Monday, 21 November 2016

Ahok Nyaris Menang Satu Putaran Pilkada DKI Meski Jadi Tersangka?

AJHAIB-- Saya salut dengan Ahok yang dengan tegas mengatakan pada pendukungnya agar menerima status tersangka yang diterimanya. Ahok meminta agar semua pendukung menghormati proses hukum dan menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian. Apa yang dilakukan Ahok adalah contoh yang baik bagi para pejabat di Indonesia. Jangan seperti PKS yang kalau jadi tersangka malah nuduh ada konspirasi Yahudi, Israel dan Amerika. Jangan pula seperti Gerindra, yang kalau jadi tersangka malah nuduh-nuduh orang supaya dijadikan tersangka juga. Jangan. Jangan ditiru ya nak.
Dengan dijadikannya Ahok sebagai tersangka, ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sama sekali tidak melindungi Ahok. Sebab kalau Presiden melindungi Ahok, pastinya Ahok tak akan pernah jadi tersangka. Tapi kalau setelah ini masih ada manusia yang tetap berpikir Presiden melindungi Ahok dan masih ikut demo, saran saya pada Kapolri dan Panglima, agar manusia-manusia seperti itu segera ditangkap dan dikirim ke rumah sakit jiwa. Sebab dapat dipastikan mereka itu orang gila.

Dengan dijadikannya Ahok sebagai tersangka, ini juga menunjukkan bahwa Presiden Jokowi dan Kapolri samas sekali tidak melakukan intervensi hukum. Semua diserahkan pada Bareskrim. Jadi kalau setelah ini ada orang yang menyebut Ahok jadi tersangka karena pesanan Jokowi atau PDIP, Kapolri dan Panglima sebaiknya juga segera menangkap dan memenjarakannya. Sebab itu pernyataan orang gila dengan DNA provokator.

Selanjutnya, atas nama Pakar Mantan dan spesialis titik-titik, izinkan saya menganalisa potensi kemenangan Ahok di Pilgub DKI. Sebab meski sudah jadi tersangka Ahok-Djarot tetap akan jadi Cagub-Cawagub DKI dan bisa dipilih.

Dalam kondisi normal, dalam arti Ahok tak kena kasus hukum dan kampanye seperti biasanya, kemungkinan besar Ahok bisa menang satu putaran dengan perolehan suara 70%. Sebelumnya sudah saya bahas di: https://seword.com/politik/erc-ahok-djarot-menang-satu-putaran-dengan-70-suara/

Dalam tulisan tersebut saya menghitung menggunakan data Pilgub tahun 2012 untuk menganalisa kecenderungan pemilih di Jakarta. Sekuat apapun isu dan perubahan yang ditawarkan, tetap saja pengaruh partai politik sangat kuat dan akurasi suaranya mencapai 82%. Artinya kalau partai punya 1 juta suara, minimal calon yang diusungnya mendapat 820,000 suara. Sederhananya begitu.

Belajar dari 2012 lalu, survey elektabilitas dan isu negatif nyatanya tidak mempengaruhi perolehan suara calon yang diusung. Minimal setiap calon yang diusung oleh partai politik mendapat 82% suara yang didapat pada pemilu sebelumnya. Jadi saya menyimpulkan Ahok akan menang mudah satu putaran dengan mendapat 70% suara. Itu saya tulis pada 26 September lalu.

Tapi Sejak Oktober lalu, semuanya jadi berubah. Ahok terpancing menanggapi demo HTI yang menyebut haram memilih pemimpin kafir. Alquran sudah jelas mengatur soal itu. Ahok kemudian menyebut “jangan mau dibohongi pakai surat Almaidah 51” agar masyarakat tidak memilihnya. Sebab nyatanya memang tafsiran surat Almaidah 51 ini tidak mengharamkan kita memilih Gubernur, Walikota atau Bupati nonmuslim. Pun sebelumnya sudah saya bahas di: https://seword.com/politik/milih-ahok-tak-dosa-malah-haram-pilih-anies-atau-agus/

Tapi gara-gara Buni Yani yang menuliskan transkrip berbeda dengan aslinya, kemudian ditambah dengan kalimat provokasi menistakan agama, maka jadilah isu ini berlanjut sampai sekarang. Banyak rakyat terprovokasi bahwa Ahok menistakan agama, tanpa tau jalan ceritanya dari awal. Pun sebelumnya sudah saya bahas di: https://seword.com/politik/ternyata-pemfitnah-ahok-lecehkan-islam-itu-pendukung-anies-sandi/

Sekarang banyak orang sudah terlanjur terprovokasi. Sebagian provokator di balik jubah agama kemudian memanfaatkan ini untuk menggalang massa. Lebih buruk lagi aktor politik juga memanfaatkan untuk melengserkan Presiden Jokowi. Suasananya sudah tidak memungkinkan lagi untuk menjelaskan permasalahan tentang Ahok secara jelas ke publik.

Salah satu kesempatan untuk menjelaskan pada publik terkait kasus Ahok ini adalah gelar perkara terbuka secara live. Agar masyarakat bisa menyaksikan secara langsung permasalahan ini dan mendapat info yang benar, bukan dari web gratisan blogspot atau broadcast WA dan BBM. Namun upaya menggelar perkara terbuka dan live ini ditolak oleh sejumlah pihak. Dari mulai tukang demo sampai yang pakar hukum semuanya menolak. Sebab tidak ada ceritanya gelar perkara ditayangkan secara live. Sehingga kemudian yang kita tau hanyalah keputusan bahwa Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama.

Menyikapi hal ini, Ahok santai dan menyatakan menerima. Menginstruksikan pendukungnya untuk menghormati proses hukum. Dan di saat bersamaan Ahok menyatakan siap menghadapi kasus ini di pengadilan. Artinya tak akan ada praperadilan. Ahok ingin menghadapi kasus ini di pengadilan, sehingga keputusannya nanti akan jelas. Jika bersalah maka akan mendapat sanksi hukum, tapi jika tidak bersalah maka Ahok bebas.

Dari sikap tenang, legowo dan sangat berani seperti ini, saya kemudian berani menyimpulkan bahwa kemungkinan Ahok menang satu putaran jadi semakin terbuka. Sebab suka tidak suka, ke depan Ahok akan mendapat lebih banyak slot dari media yang pastinya akan menguras emosi masyarakat Jakarta.

Ahok akan terus menjadi trending topic selama beberapa bulan ke depan. Dapat dibayangkan, jika Jessica yang bukan siapa-siapa saja kemudian menjadi trending topic dan dibicarakan oleh banyak orang, apalagi seorang Ahok Gubernur Jakarta yang memang sudah tersohor itu. Slot beritanya di media pasti akan jauh lebih banyak dibanding Jessica.
Suka tidak suka, slot berita ini kemudian menjadi iklan gratis bagi Ahok. Sementara Anies dan Sandi dipastikan tak akan laku di media. Mereka mau terjun dari atas Monas pun mungkin jumlah keterbacaan di media tetaplah lebih banyak proses hukum Ahok.

Selain soal menang jumlah slot pemberitaan di media, Ahok juga bisa memanfaatkan kejadian ini untuk tebar pesona. Dan ini sudah dimulai oleh Ahok sejak hari ini. Lihat saja sikap tenang dan legowonya, Ahok tak mau lakukan praperadilan, tapi malah mau melanjutkannya ke pengadilan. Siapa yang tak terpesona? Pejabat lain biasanya ngotot prapreadilan, Ahok malah menerima dan mau ke pengadilan. Luar biasa.

Selanjutnya, hal yang bisa dimainkan oleh Ahok adalah penjelasan pada publik terkait kasusnya. Semakin media memberitakan, semakin jelaslah kasusnya. Sehingga akhirnya masyarakat akan mengerti bahwa Ahok adalah korban transkrip provokatif seorang Buni Yani.

Soal slot berita di media, soal penjelasan kasus serta sikap tenang Ahok, suka tidak suka akan membuat pendukung Ahok semakin solid. Sementara pendukung yang sebelumnya labil dan kemudian beralih ke Anies, kemungkinan besar juga akan kembali mendukung Ahok. Pendukung yang fanatik Islam dan kemudian mendukung Agus, perlahan tapi pasti juga akan berallih mendukung Ahok karena pada akhirnya mereka tau bahwa di kubu Agus lah FPI dan kelompok-kelompok provokator itu. Semua mereka akan terpengaruh dengan ramainya pemberitaan di media terkait Ahok. Sementara media mainstream tidak bisa tutup mata begitu saja dengan setiap kejadian.

Tinggal pertanyaannya adalah apakah tim Ahok bisa memanfaatkan media untuk membuat pernyataan-pernyataan bijak. Semakin bijak dan tenang dalam menjelaskan, masyarakat Jakarta akan tau betapa Ahok hanyalah korban provokator. Sementara lawannya seperti Agus atau Anies tak akan punya panggung dan semakin dilupakan oleh masyarakat Jakarta.

Terakhir, Februari nanti kita akan lihat apakah rakyat Jakarta terpengaruh provokasi atau sudah sangat rasional dalam menanggapi setiap isu. Sebab mau diakui atau tidak, demonstran 4 November lalu mayoritasnya adalah orang luar Jakarta.

Begitulah kura-kura. (Swd)

No comments:
Write komentar
loading...