AJHAIB-- Saya salut dengan
Ahok yang dengan tegas mengatakan pada pendukungnya agar menerima status
tersangka yang diterimanya. Ahok meminta agar semua pendukung menghormati
proses hukum dan menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian. Apa yang
dilakukan Ahok adalah contoh yang baik bagi para pejabat di Indonesia. Jangan
seperti PKS yang kalau jadi tersangka malah nuduh ada konspirasi Yahudi, Israel
dan Amerika. Jangan pula seperti Gerindra, yang kalau jadi tersangka malah
nuduh-nuduh orang supaya dijadikan tersangka juga. Jangan. Jangan ditiru ya
nak.
Dengan dijadikannya
Ahok sebagai tersangka, ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sama sekali tidak
melindungi Ahok. Sebab kalau Presiden melindungi Ahok, pastinya Ahok tak akan
pernah jadi tersangka. Tapi kalau setelah ini masih ada manusia yang tetap
berpikir Presiden melindungi Ahok dan masih ikut demo, saran saya pada Kapolri
dan Panglima, agar manusia-manusia seperti itu segera ditangkap dan dikirim ke
rumah sakit jiwa. Sebab dapat dipastikan mereka itu orang gila.
Dengan dijadikannya Ahok
sebagai tersangka, ini juga menunjukkan bahwa Presiden Jokowi dan Kapolri samas
sekali tidak melakukan intervensi hukum. Semua diserahkan pada Bareskrim. Jadi
kalau setelah ini ada orang yang menyebut Ahok jadi tersangka karena pesanan
Jokowi atau PDIP, Kapolri dan Panglima sebaiknya juga segera menangkap dan
memenjarakannya. Sebab itu pernyataan orang gila dengan DNA provokator.
Selanjutnya, atas
nama Pakar Mantan dan spesialis titik-titik, izinkan saya menganalisa potensi
kemenangan Ahok di Pilgub DKI. Sebab meski sudah jadi tersangka Ahok-Djarot
tetap akan jadi Cagub-Cawagub DKI dan bisa dipilih.
Dalam kondisi normal,
dalam arti Ahok tak kena kasus hukum dan kampanye seperti biasanya, kemungkinan
besar Ahok bisa menang satu putaran dengan perolehan suara 70%. Sebelumnya
sudah saya bahas di:
https://seword.com/politik/erc-ahok-djarot-menang-satu-putaran-dengan-70-suara/
Dalam tulisan
tersebut saya menghitung menggunakan data Pilgub tahun 2012 untuk menganalisa
kecenderungan pemilih di Jakarta. Sekuat apapun isu dan perubahan yang
ditawarkan, tetap saja pengaruh partai politik sangat kuat dan akurasi suaranya
mencapai 82%. Artinya kalau partai punya 1 juta suara, minimal calon yang
diusungnya mendapat 820,000 suara. Sederhananya begitu.
Belajar dari 2012 lalu, survey elektabilitas dan isu negatif nyatanya
tidak mempengaruhi perolehan suara calon yang diusung. Minimal setiap calon
yang diusung oleh partai politik mendapat 82% suara yang didapat pada pemilu
sebelumnya. Jadi saya menyimpulkan Ahok akan menang mudah satu putaran dengan
mendapat 70% suara. Itu saya tulis pada 26 September lalu.
Tapi Sejak Oktober lalu, semuanya jadi berubah. Ahok terpancing
menanggapi demo HTI yang menyebut haram memilih pemimpin kafir. Alquran sudah
jelas mengatur soal itu. Ahok kemudian menyebut “jangan mau dibohongi pakai
surat Almaidah 51” agar masyarakat tidak memilihnya. Sebab nyatanya memang
tafsiran surat Almaidah 51 ini tidak mengharamkan kita memilih Gubernur,
Walikota atau Bupati nonmuslim. Pun sebelumnya sudah saya bahas di:
https://seword.com/politik/milih-ahok-tak-dosa-malah-haram-pilih-anies-atau-agus/
Tapi gara-gara Buni Yani yang menuliskan transkrip berbeda dengan
aslinya, kemudian ditambah dengan kalimat provokasi menistakan agama, maka
jadilah isu ini berlanjut sampai sekarang. Banyak rakyat terprovokasi bahwa
Ahok menistakan agama, tanpa tau jalan ceritanya dari awal. Pun sebelumnya
sudah saya bahas di:
https://seword.com/politik/ternyata-pemfitnah-ahok-lecehkan-islam-itu-pendukung-anies-sandi/
Sekarang banyak orang sudah terlanjur terprovokasi. Sebagian provokator
di balik jubah agama kemudian memanfaatkan ini untuk menggalang massa. Lebih
buruk lagi aktor politik juga memanfaatkan untuk melengserkan Presiden Jokowi.
Suasananya sudah tidak memungkinkan lagi untuk menjelaskan permasalahan tentang
Ahok secara jelas ke publik.
Salah satu kesempatan untuk menjelaskan pada publik terkait kasus Ahok
ini adalah gelar perkara terbuka secara live. Agar masyarakat bisa menyaksikan
secara langsung permasalahan ini dan mendapat info yang benar, bukan dari web
gratisan blogspot atau broadcast WA dan BBM. Namun upaya menggelar perkara
terbuka dan live ini ditolak oleh sejumlah pihak. Dari mulai tukang demo sampai
yang pakar hukum semuanya menolak. Sebab tidak ada ceritanya gelar perkara
ditayangkan secara live. Sehingga kemudian yang kita tau hanyalah keputusan
bahwa Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama.
Menyikapi hal ini, Ahok santai dan menyatakan menerima. Menginstruksikan
pendukungnya untuk menghormati proses hukum. Dan di saat bersamaan Ahok
menyatakan siap menghadapi kasus ini di pengadilan. Artinya tak akan ada
praperadilan. Ahok ingin menghadapi kasus ini di pengadilan, sehingga
keputusannya nanti akan jelas. Jika bersalah maka akan mendapat sanksi hukum,
tapi jika tidak bersalah maka Ahok bebas.
Dari sikap tenang, legowo dan sangat berani seperti ini, saya kemudian
berani menyimpulkan bahwa kemungkinan Ahok menang satu putaran jadi semakin
terbuka. Sebab suka tidak suka, ke depan Ahok akan mendapat lebih banyak slot
dari media yang pastinya akan menguras emosi masyarakat Jakarta.
Ahok akan terus menjadi trending topic selama beberapa bulan ke depan.
Dapat dibayangkan, jika Jessica yang bukan siapa-siapa saja kemudian menjadi
trending topic dan dibicarakan oleh banyak orang, apalagi seorang Ahok Gubernur
Jakarta yang memang sudah tersohor itu. Slot beritanya di media pasti akan jauh
lebih banyak dibanding Jessica.
Suka tidak suka, slot berita ini kemudian menjadi iklan gratis bagi Ahok.
Sementara Anies dan Sandi dipastikan tak akan laku di media. Mereka mau terjun
dari atas Monas pun mungkin jumlah keterbacaan di media tetaplah lebih banyak
proses hukum Ahok.
Selain soal menang jumlah slot pemberitaan di media, Ahok juga bisa
memanfaatkan kejadian ini untuk tebar pesona. Dan ini sudah dimulai oleh Ahok
sejak hari ini. Lihat saja sikap tenang dan legowonya, Ahok tak mau lakukan
praperadilan, tapi malah mau melanjutkannya ke pengadilan. Siapa yang tak
terpesona? Pejabat lain biasanya ngotot prapreadilan, Ahok malah menerima dan
mau ke pengadilan. Luar biasa.
Selanjutnya, hal yang bisa dimainkan oleh Ahok adalah penjelasan pada
publik terkait kasusnya. Semakin media memberitakan, semakin jelaslah kasusnya.
Sehingga akhirnya masyarakat akan mengerti bahwa Ahok adalah korban transkrip
provokatif seorang Buni Yani.
Soal slot berita di media, soal penjelasan kasus serta sikap tenang Ahok,
suka tidak suka akan membuat pendukung Ahok semakin solid. Sementara pendukung
yang sebelumnya labil dan kemudian beralih ke Anies, kemungkinan besar juga
akan kembali mendukung Ahok. Pendukung yang fanatik Islam dan kemudian
mendukung Agus, perlahan tapi pasti juga akan berallih mendukung Ahok karena
pada akhirnya mereka tau bahwa di kubu Agus lah FPI dan kelompok-kelompok
provokator itu. Semua mereka akan terpengaruh dengan ramainya pemberitaan di
media terkait Ahok. Sementara media mainstream tidak bisa tutup mata begitu
saja dengan setiap kejadian.
Tinggal pertanyaannya adalah apakah tim Ahok bisa memanfaatkan media
untuk membuat pernyataan-pernyataan bijak. Semakin bijak dan tenang dalam
menjelaskan, masyarakat Jakarta akan tau betapa Ahok hanyalah korban
provokator. Sementara lawannya seperti Agus atau Anies tak akan punya panggung
dan semakin dilupakan oleh masyarakat Jakarta.
Terakhir, Februari nanti kita akan lihat apakah rakyat Jakarta
terpengaruh provokasi atau sudah sangat rasional dalam menanggapi setiap isu.
Sebab mau diakui atau tidak, demonstran 4 November lalu mayoritasnya adalah
orang luar Jakarta.
Begitulah kura-kura. (Swd)
No comments:
Write komentar