Sunday, 6 November 2016

Tuhan, Kitab Suci, dan Agama Dijadikan Kedok Demi Melengserkan Presiden Jokowi

Ajhaib.com--  Sebenarnya kita harus kasihan melihat banyak orang yang turun ke dalam aksi demonstrasi 4 November kemarin. Mengapa kasihan? Sebab mereka yang datang itu hanya difasilitasi transport dan akomodasi. Murah sekali harga dirinya. Sementara para pentolan demo mendapat tunjangan yang sangat fantastis. Sehingga kita tidak perlu terlalu kaget melihat begitu banyaknya pimpinan parpol itu menggunakan mobil mewah, padahal kerjanya hanya pimpinan pesantren kecil.
FPI demo pada 4 november lalu

Sebuah demonstrasi besar-besaran seperti kemarin, mustahil tidak ada donatur yang terorganisir. Mustahil semuanya hanya sukarelawan yang spontan dan berjalan sendiri. Bahwa kemudian memang ada yang datang sendiri dan membawa makanan, itu satu hal. Namun pasti ada donatur besarnya yang kemudian dipecah-pecah ke beberapa pihak, sehingga seolah-olah dari sumbangan pribadi. Hal ini biasa dalam strategi invisible hand.

Sementara untuk menggerakkan massa sebanyak itu, selalu ada pengetahuan militer. Orang sipil tak akan mampu melakukannya. Bahkan meskipun mereka adalah orator produk lama. Jadi, untuk menggerakkan massa sebanyak itu, pasti ada donatur dan orang yang memahami strategi militer.

Melengserkan Jokowi
Tujuan dari demonstrasi kemarin jelas bukan ingin menuntut keadilan atau meminta agar Ahok diproses secara hukum  yang ada di Indonesia. Tujuan demonstrasi kemarin adalah melengserkan Jokowi. Lihat saja tuntutan para demonstran, mau menemui Jokowi dan ingin agar Ahok segera ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini bodoh sekali. Bagaimana bisa mereka menuntut Ahok diproses hukum, tapi menuntut Presiden segera menjadikannya tersangka? Bukankah kita semua sudah sepakat bahwa negara ini tidak menganut Presiden otoriter?

Jadi, penting untuk disadari bahwa memang tujuan demonstrasi kemarin adalah melengserkan Presiden Jokowi. Sama sekali bukan soal Islam, penistaan agama dan sebagainya. Kalaupun ada yang berangkat ke sana dengan niat seperti itu, pasti mereka adalah golongan orang bodoh yang berhasil dibodoh-bodohi oleh calo politik yang bertopeng ulama. Sebab sentimen agama, atas nama Islam dan seterusnya, memang adalah cara paling mudah untuk membodoh-bodohi masyarakat awam dan bodoh. Lihat saja Dimas Kanjeng, atas nama Islam.

Mereka orang-orang bodoh yang mau dibodoh-bodohi ini mungkin baru sadar setelah sampai ke lokasi demo. Mereka baru sadar bahwa tuntutan agar Ahok diproses secara hukum seperti tuntutan awal para orang-orang yang mengaku habib itu porsinya sangat kecil, bahkan nyaris tak terdengar. Tapi semua sudah terlanjur, massa sudah terlanjur berkumpul. Dan dalam teori psikososial, jika orang-orang berkerumun maka tidak ada orang pintar dan bodoh di sana. Karena semuanya berpotensi untuk menjadi wayang yang mudah digerakkan dalang. Sehingga puncaknya adalah tujuan-tujuan dalang, bukan karena kemauan atau kesadaran demonstran.

Duet Fadli dan Fahri
Fahri Hamzah dan Fadli Zon merupakan dua orang perusak bangsa ini. Sudah dari dulu mereka membuat gaduh dan menguras emosi masyarakat waras di Indonesia. Jauh sebelum demo kemarin, saya sudah pernah menulis tentang dua sosok provokator dan penghambat kemajuan bangsa ini: https://seword.com/politik/fadli-dan-fahri-sosok-penghambat-kemajuan-indonesia/ .

Satu hal yang membuat massa tidak mau membubarkan diri hingga malam hari dan menuntut masuk ke gedung DPR adalah karena dua janji dua setan politik ini. Fahri menjanjikan agar massa bisa menginap di gedung DPR. Sementara Fadli disebut telah melakukan negosiasi dengan aparat keamanan untuk membolehkan massa masuk. Mereka sengaja membuat kejadian seperti 98, menggerakkan orang-orang untuk menjarah minimarket dan mau memberi fasilitas tidur di gedung DPR seperti yang terjadi pada 98.

Selain itu, dalam orasinya, Fahri Hamzah juga memotivasi para demonstran bahwa cara melengserkan Presiden bisa lewat demonstrasi. “Jatuhkan presiden itu ada dua cara, pertama lewat parlemen ruangan dan kedua lewat parlemen jalanan,” kata Fahri. Aneh kan? Katanya menuntut proses hukum, kenapa malah mau menjatuhkan Presiden? Bukan aneh sebenarnya, tujuannya memang seperti itu.

Kepentingan
Semua demonstrasi selalu memiliki kepentingan. Mahasiswa kepentingannya hanya eksistensi dan akomodasi. Kalau sekelas ormas, anggarannya sudah ratusan ribu kali lipat, seperti yang sudah saya bahas di awal artikel ini. Sementara bagi para politisi, kepentingannya adalah jabatan yang lebih tinggi. Semuanya seperti itu, bahkan meskipun itu demonstrasi 98. Semuanya karena kepentingan, karena ada seseorang yang kebelet mau jadi Presiden. Meskipun memang di saat yang sama ada unsur kekecewaan publik selama 32 tahun terhadap Soeharto, terlalu lama.

Melihat Fahri dan Fadli, mereka ini dua orang frustasi karena hampir pasti sampai 2024 nanti masih akan terus menjadi anggota DPR, tidak bisa jadi menteri, sebab posisi Presiden Jokowi semakin kuat secara politik dan semakin dicintai rakyat Indonesia karena kinerjanya sangat memuaskan. Ketika keduanya berani bermanuver, turun ikut berdemo, bahkan mau membukakan gerbang untuk massa agar masuk ke gedung DPR, ini sudah di luar batas wajar dan hampir pasti diiming-imingi jabatan strategis jika berhasil melengserkan Jokowi.

Inilah politik, inilah perebutan kekuasaan. Cerita soal penistaan agama, membela Tuhan, itu hanya dongeng dan pertanyaan Buni Yani di facebook, kemudian disempurnakan oleh ketua MUI yang merupakan orang dekat SBY, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya: https://seword.com/umum/analisa-karena-ketua-mui-antek-sby-wajar-kalau/

Kemudian orang-orang digerakkan dan difasilitasi, sebagai pancingan agar muncul orang-orang yang mau ikut serta secara sukarela agar jumlahnya jadi semakin banyak. Kalau tidak percaya, silahkan tanya pada orang-orang yang ikut demo kemarin, tanyakan apakah mereka kenal Buni Yani? dari survey asal-asalan, 8 dari 10 orang yang saya tanyai menjawab tidak tau. Ini memang tak memenuhi standar survey, tapi anda boleh coba tanyakan pada siapapun yang ikut demo kemarin. Boleh dicoba.

Terakhir, saya tidak peduli mau disebut kafir, pembela kristen, syiah, liberal dan sebagainya. Terserah. Saya sangat tau dan punya alasan bahkan meskipun saya sebut mereka setan. Jadi kalau setelah ini mereka masih akan tetap mengatakan hal yang sama, silahkan saja. Karena memang begitulah ciri-ciri orang yang tidak mampu berpikir dan tidak tau apa-apa soal politik dan apa yang sedang terjadi di negeri ini. Buat teman-teman yang sedang membaca, bantu saya dan seword.com untuk menshare tulisan-tulisan kami. Bantu saya dan tim penulis seword untuk menjaga negeri ini dari pembodohan yang terstruktur, sistematis dan massif.

Begitulah kura-kura. (Swrd)

No comments:
Write komentar
loading...