Ajhaib.com-- Sebenarnya
kita harus kasihan melihat banyak orang yang turun ke dalam aksi demonstrasi 4
November kemarin. Mengapa kasihan? Sebab mereka yang datang itu hanya
difasilitasi transport dan akomodasi. Murah sekali harga dirinya. Sementara
para pentolan demo mendapat tunjangan yang sangat fantastis. Sehingga kita
tidak perlu terlalu kaget melihat begitu banyaknya pimpinan parpol itu menggunakan
mobil mewah, padahal kerjanya hanya pimpinan pesantren kecil.
FPI demo pada 4
november lalu
Sebuah demonstrasi
besar-besaran seperti kemarin, mustahil tidak ada donatur yang terorganisir.
Mustahil semuanya hanya sukarelawan yang spontan dan berjalan sendiri. Bahwa
kemudian memang ada yang datang sendiri dan membawa makanan, itu satu hal.
Namun pasti ada donatur besarnya yang kemudian dipecah-pecah ke beberapa pihak,
sehingga seolah-olah dari sumbangan pribadi. Hal ini biasa dalam strategi
invisible hand.
Sementara untuk menggerakkan
massa sebanyak itu, selalu ada pengetahuan militer. Orang sipil tak akan mampu
melakukannya. Bahkan meskipun mereka adalah orator produk lama. Jadi, untuk
menggerakkan massa sebanyak itu, pasti ada donatur dan orang yang memahami
strategi militer.
Melengserkan Jokowi
Tujuan dari
demonstrasi kemarin jelas bukan ingin menuntut keadilan atau meminta agar Ahok
diproses secara hukum yang ada di
Indonesia. Tujuan demonstrasi kemarin adalah melengserkan Jokowi. Lihat saja
tuntutan para demonstran, mau menemui Jokowi dan ingin agar Ahok segera
ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini bodoh sekali. Bagaimana bisa mereka menuntut
Ahok diproses hukum, tapi menuntut Presiden segera menjadikannya tersangka?
Bukankah kita semua sudah sepakat bahwa negara ini tidak menganut Presiden
otoriter?
Jadi, penting untuk
disadari bahwa memang tujuan demonstrasi kemarin adalah melengserkan Presiden
Jokowi. Sama sekali bukan soal Islam, penistaan agama dan sebagainya. Kalaupun
ada yang berangkat ke sana dengan niat seperti itu, pasti mereka adalah
golongan orang bodoh yang berhasil dibodoh-bodohi oleh calo politik yang
bertopeng ulama. Sebab sentimen agama, atas nama Islam dan seterusnya, memang
adalah cara paling mudah untuk membodoh-bodohi masyarakat awam dan bodoh. Lihat
saja Dimas Kanjeng, atas nama Islam.
Mereka orang-orang
bodoh yang mau dibodoh-bodohi ini mungkin baru sadar setelah sampai ke lokasi
demo. Mereka baru sadar bahwa tuntutan agar Ahok diproses secara hukum seperti
tuntutan awal para orang-orang yang mengaku habib itu porsinya sangat kecil,
bahkan nyaris tak terdengar. Tapi semua sudah terlanjur, massa sudah terlanjur
berkumpul. Dan dalam teori psikososial, jika orang-orang berkerumun maka tidak
ada orang pintar dan bodoh di sana. Karena semuanya berpotensi untuk menjadi
wayang yang mudah digerakkan dalang. Sehingga puncaknya adalah tujuan-tujuan
dalang, bukan karena kemauan atau kesadaran demonstran.
Duet Fadli dan Fahri
Fahri Hamzah dan Fadli
Zon merupakan dua orang perusak bangsa ini. Sudah dari dulu mereka membuat
gaduh dan menguras emosi masyarakat waras di Indonesia. Jauh sebelum demo
kemarin, saya sudah pernah menulis tentang dua sosok provokator dan penghambat
kemajuan bangsa ini:
https://seword.com/politik/fadli-dan-fahri-sosok-penghambat-kemajuan-indonesia/
.
Satu hal yang membuat
massa tidak mau membubarkan diri hingga malam hari dan menuntut masuk ke gedung
DPR adalah karena dua janji dua setan politik ini. Fahri menjanjikan agar massa
bisa menginap di gedung DPR. Sementara Fadli disebut telah melakukan negosiasi
dengan aparat keamanan untuk membolehkan massa masuk. Mereka sengaja membuat
kejadian seperti 98, menggerakkan orang-orang untuk menjarah minimarket dan mau
memberi fasilitas tidur di gedung DPR seperti yang terjadi pada 98.
Selain itu, dalam
orasinya, Fahri Hamzah juga memotivasi para demonstran bahwa cara melengserkan
Presiden bisa lewat demonstrasi. “Jatuhkan presiden itu ada dua cara, pertama
lewat parlemen ruangan dan kedua lewat parlemen jalanan,” kata Fahri. Aneh kan?
Katanya menuntut proses hukum, kenapa malah mau menjatuhkan Presiden? Bukan
aneh sebenarnya, tujuannya memang seperti itu.
Kepentingan
Semua demonstrasi
selalu memiliki kepentingan. Mahasiswa kepentingannya hanya eksistensi dan
akomodasi. Kalau sekelas ormas, anggarannya sudah ratusan ribu kali lipat,
seperti yang sudah saya bahas di awal artikel ini. Sementara bagi para
politisi, kepentingannya adalah jabatan yang lebih tinggi. Semuanya seperti
itu, bahkan meskipun itu demonstrasi 98. Semuanya karena kepentingan, karena
ada seseorang yang kebelet mau jadi Presiden. Meskipun memang di saat yang sama
ada unsur kekecewaan publik selama 32 tahun terhadap Soeharto, terlalu lama.
Melihat Fahri dan
Fadli, mereka ini dua orang frustasi karena hampir pasti sampai 2024 nanti
masih akan terus menjadi anggota DPR, tidak bisa jadi menteri, sebab posisi
Presiden Jokowi semakin kuat secara politik dan semakin dicintai rakyat
Indonesia karena kinerjanya sangat memuaskan. Ketika keduanya berani
bermanuver, turun ikut berdemo, bahkan mau membukakan gerbang untuk massa agar
masuk ke gedung DPR, ini sudah di luar batas wajar dan hampir pasti
diiming-imingi jabatan strategis jika berhasil melengserkan Jokowi.
Inilah politik, inilah
perebutan kekuasaan. Cerita soal penistaan agama, membela Tuhan, itu hanya
dongeng dan pertanyaan Buni Yani di facebook, kemudian disempurnakan oleh ketua
MUI yang merupakan orang dekat SBY, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya:
https://seword.com/umum/analisa-karena-ketua-mui-antek-sby-wajar-kalau/
Kemudian orang-orang
digerakkan dan difasilitasi, sebagai pancingan agar muncul orang-orang yang mau
ikut serta secara sukarela agar jumlahnya jadi semakin banyak. Kalau tidak
percaya, silahkan tanya pada orang-orang yang ikut demo kemarin, tanyakan
apakah mereka kenal Buni Yani? dari survey asal-asalan, 8 dari 10 orang yang
saya tanyai menjawab tidak tau. Ini memang tak memenuhi standar survey, tapi
anda boleh coba tanyakan pada siapapun yang ikut demo kemarin. Boleh dicoba.
Terakhir, saya tidak
peduli mau disebut kafir, pembela kristen, syiah, liberal dan sebagainya.
Terserah. Saya sangat tau dan punya alasan bahkan meskipun saya sebut mereka
setan. Jadi kalau setelah ini mereka masih akan tetap mengatakan hal yang sama,
silahkan saja. Karena memang begitulah ciri-ciri orang yang tidak mampu
berpikir dan tidak tau apa-apa soal politik dan apa yang sedang terjadi di
negeri ini. Buat teman-teman yang sedang membaca, bantu saya dan seword.com
untuk menshare tulisan-tulisan kami. Bantu saya dan tim penulis seword untuk
menjaga negeri ini dari pembodohan yang terstruktur, sistematis dan massif.
Begitulah kura-kura.
(Swrd)
No comments:
Write komentar