Ajhaib.com-- Semalam banyak yang mengirim WA dan BBM,
mengabarkan Agus Yudhoyono anak SBY sedang di Mata Najwa. Namun karena saya
sedang makan representatif setingkat DPR lobster, maka saya tak menyalakan
teve. Bukan apa-apa, takutnya nanti malah mengurangi selera makan.
Agus H
dan Najwa S
Pagi ini, setelah
subuh dan cuaca masih sejuk, saya menonton youtube tayangan Mata Najwa semalam,
bertaruh di Jakarta. Dengan otak yang masih fresh saya pikir mendapat banyak
point penting yang menarik untuk ditulis.
Agus mirip SBY
Agus Yudhoyono ini
anak SBY, kalau kemudian mirip bapaknya, itu hal yang sangat wajar. Menjadi
aneh kalau kemudian mirip Jokowi logatnya medhok dan bicara ceplas ceplos mudah
dimengerti. Aneh juga kalau jadi mirip Ahok yang apa adanya dan nyaris tanpa
saringan.
Dalam satu segmen,
beberapa foto ditayangkan, mirip katanya. Ya mirip lah, bajunya couple,
tangannya bergerak terkontrol seperti dua tangan di depan seperti meletakkan
kotak amal. Atau sesekali menaruh tangan kanan di dada.
Tapi di luar itu
semua, ada yang lebih fundamental tentang kemiripan Agus dan SBY. Ini tentang
yang lebih serius, yakni cara komunikasi dan pencitraan.
Menurut teori Pakar
Mantan, saat seseorang kesulitan menjelaskan sesuatu, berarti dia tidak
benar-benar paham atau ada yang ditutup-tutupi. Contoh, ketika mantanmu dulu
minta putus, secara alamiah kamu akan bertanya kenapa? Saya yakin jawabannya
adalah kalimat absurd, tidak spesifik dan susah dipahami. Tidak cocok lagi, lho
kenapa? Pokoknya tidak cocok. Stop sampai di situ tanpa penjelasan detail. Atau
ada juga jawaban absurd yang bahkan dewapun mungkin tak akan paham: kamu
terlalu baik buat aku. Sehingga kalau kita yang mendapatkan jawaban seperti
itu, jadi langsung menyerah dan bilang “oh ya sudah.”
Semalam, Agus Yudoyono
kerap memberikan jawaban yang sulit dipahami seperti mantan-mantanmu itu. Berikut
ini beberapa contoh uniknya.
●●●
Najwa: (apakah perlu
penyesuaian pindah profesi dari TNI ke politisi) canggung dengan media? Canggung
diikuti wartawan kemudian kamera di mana-mana?
Agus: tentu saya sudah
harus membiasakan diri dengan kehidupan baru seperti ini. Dan saya menyikapinya
bahwa media adalah sahabat kita semua dan tentunya mereka ingin mendapatkan
berita dari saya langsung.
Pakar Mantan: yang
ditanya kan canggung apa tidak? Jawabnya sudah harus membiasakan. Maksudnya
merasa canggung tapi tidak mau mengakui. Lalu menutupinya dengan bijak bahwa
sudah harus membiasakan diri.
●●●
Pertanyaan Najwa yang
juga menarik di bawah ini jujur membuat saya berpikir negatif “jangan-jangan
Najwa baca seword.com? Sebab pertanyaannya nyaris sama seperti yang saya tulis
sebelumnya: http://seword.com/politik/tolakagus-...dan-nepotisme/
Najwa: kalau kemudian, anda bukan anak mantan Presiden yang
sekarang ketua umum Parpol, apakah kira-kira ada yang mencalonkan anda Mas
Agus?
Agus: menurut anda gimana?
Najwa: saya bertanya
Agus: menurut anda? *Sambil dua tangan di depan
Najwa: kira-kira?
Agus: coba menurut anda gimana? Menurut anda apakah saya
pantas atau tidak? Menurut anda bagaimana? *lalu ngambil minum kopi.
Pakar Mantan merasa
sangat prihatin dengan hal tersebut. Kebayang kalau misalnya Agus jadi bupati
atau pejabat publik, saat tidak mampu menjawab malah balik nanya.
Dalam konteks sosial budaya di Indonesia, menjawab pertanyaan
dengan pertanyaan adalah cara terbaik saat kita tidak suka ditanya atau tidak
menghargai penanya. Menjadi lucu ketika Agus tampil di publik, kemudian bersikap
buruk seperti itu. Ini sama seperti Jessica dalam sidang yang balik bertanya
pada JPU saat ditanya apakah memesan minuman dingin atau panas? Lalu dijawab
“menurut anda bagaimana?” Saya maklum kalau Jessica tertekan, karena JPU juga
agak kurang pas, sudah tau “ice coffe” masa masih ditanya dingin apa panas?
Emang ada es panas? Ngahahaha. Tapi Agus ini beda, dia diundang ke acara
talkshow, bukan pengadilan. Oh iya, mungkin ada contoh yang lebih pas, ini
mirip seperti kita bertanya tentang sesuatu ke teman, lalu dijawab nyolot
“menurut lo?” Atau lebih keras “lu pikir aja sendiri!” Apa kira-kira perasaan
kita? fiuuuuuh. Amit amit deh, kalau Agus jadi politisi, berarti Fahri dan
Fadli akan punya teman main. Nanti jadi trio wek wek.
Buruknya, ini tidak
hanya sekali, saat Najwa bertanya mengapa mau jadi calon Gubernur, Agus juga
balik tanya “mengapa tidak?” Ngeyel tingkat Cikeas.
Melihatnya
berkali-kali meminum kopi yang entah apakah ada isinya atau sudah habis, saya
pikir Agus tidak nyaman atau tidak siap ditanya seperti itu. Mungkin semalam
setibanya di rumah, Agus langsung bertanya pada bapaknya tentang pertanyaan
yang seperti itu. Mirip anak-anak yang baru pulang sekolah.
Tentu saja di luar
jawaban Najwa yang seperti mengajari Agus menjawab pertanyaan.
Najwa: yang menilai
pantas atau tidak tentunya rakyat. Tapi apakah jika SBY….(dipotong)
Agus: tentu itu juga
sehingga saya tidak bisa menjawab apakah anda mengatakan bahwa apakah hanya
karena anak SBY saya diajukan sebagai calon. Biarkan rakyat yang menjawab Mbak
Najwa: pada saat
kompetisi nanti
Agus: kenapa?
Najwa: pada saat kontestasi
nanti bulan Februari
Agus: betul…betul
Najwa: tapi berarti
anda mengakui dapat tiket VIP untuk langsung masuk kompetisi?
Agus: tidak demikian.
*sambil tangan posisi nahan ke depan* tiket itu apa sih sebetulnya? Pertama
saya diminta apakah bisa menjadi atau bersedia untuk dicalonkan. Bukan saya
yang mendekatkan diri. Atau melobi.
Najwa: jadi diminta
dan anda hanya menjawab YA atau TIDAK?
Agus: tentu saya sekali
lagi memohon kepada Allah.
Najwa: karena berbeda
kalau calon lain yang mau maju mereka ikut fit and proper test dan mendaftar di
Partai Demokrat. Tapi kalau anda hanya ditelpon oleh Ayah dan ditanya mau atau
tidak?
Agus: sekali lagi saya
tanyakan, yang memutuskan bukan Ayah saya sendiri. Ini adalah koalisi partai.
Silahkan ditanya, inikan ada perwakilan semua, silahkan nanti cari waktu untuk
ngopi Mbak Nana tanya sendiri pada mereka. Saya tidak mendesign apapun, saya
tidak meminta tiket apalagi melobi pada partai-partai. Never.
Najwa: jadi tidak
pernah?
Agus: tidak pernah
Najwa: tapi apakah
yang lain melobi atau tidak anda tidak tau?
Agus: silahkan tanya
saja kepada yang lainnya. Saya tidak bisa merepresentasikan siapapun. Kalau
ternyata mungkin ada jawaban-jawaban yang lain, klarifikasi, tetapi anda sedang
mengundang saya di sini, jawaban saya adalah versi saya. Betul ga teman-teman? *langsung disambut tepuk tangan timnya Roy
Suryo.
Terlihat sekali betapa
angkuhnya Agus menghadapi Najwa, saat mengambil cangkir kopi dan tertawa berat
seperti raja “eh eh eh eh” nada meremehkan.
Agus: minum kopi dulu,
minum minum minun
Najwa: (tertawa lepas) silahkan minum. Kita masih panjang mas
Agus, jangan terlalu emosi di awal, kita masih panjang (tertawa khas Najwa)
Agus: saya ga emosi, kalau emosi saya tinggalkan tempat.
Najwa: kalau jadi
politisi sipil itu harus terbiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit
Agus: saya rasa tidak
sulit
Najwa: tidak sulit?
Najwa menyadari emosi
Agus, Najwa juga menyadari bahwa dia sedang menghadapi bapak-bapak yang belum
dewasa. Makanya Najwa sampai menggunakan kata “Ayah” dibanding “Pak SBY.”
Apa yang mirip dengan
SBY? Agus sama-sama kuat dan bisa mempertahankan citranya. Meski terlihat tidak
nyaman dengan minum kopi, dan posisi tangan kanan menyangga seperti sedang
bicara dengan bawahan, namun pada intinya Agus ingin mempertahankan citranya yang
bisa memberi jawaban dengan baik, sekalipun absurd dan tidak nyambung ditanya
apa jawabnya apa.
Anak Sekolah
Dalam satu segmen,
Agus terpancing dengan pertanyaan Najwa apakah nama SBY memiliki pengaruh
secara politik? Agus malah mencontohkan anak sekolah yang ketika masuk ujian,
dia akan sendiri, tidak ditemani oleh ayahnya.
Dalam ilmu politik,
ini jawaban yang blunder. Sebab secara otomatis mengkonfirmasi bahwa Agus
memang seperti anak sekolahan yang apa-apa disiapkan oleh orang tua, diantar,
lalu masuk ujian sendiri. Mengkonfirmasi pertanyaan-pertanyaan Najwa soal tiket
VIP atau apakah kalau tidak karena anak SBY mungkinkah ada yang mencalonkan?
Jawaban Agus ini juga
mengkonfirmasi banyak komentar negatif tentang dirinya yang terlihat manja.
Lari pagi harus dikawal ketat, kampanye ditemani Ayah Ibu dan sebagainya.
Persis seperti anak-anak, padahal Agus sudah memiliki anak.
Hahahaha ya sudah ini
dulu, nanti saya lanjutkan lagi. Mau lari pagi dulu, tadi saya sudah minta
Paspartan (Pasukan Pakar Mantan) untuk bersiap. Ngaahahahahhaha seriusnya, saya
mau makan dulu, soal Agus babak belur di Mata Najwa nanti kita lanjutkan.
Begitulah kura-kura.
Source: seword.com
No comments:
Write komentar